Border, tabloidbodapost.com – Perayaan 167 HUT PEKABARAN INJIL DI TANAH PAPUA Klasis Keerom Papua dipusatkan di kantor Klasis Keerom Kampung Asyaman.
Hadir Bupati Keerom Piter Gusbager,S.Hut,MUP,Sekretaris Daerah Keerom, Kapolres Keerom, Kemenag Keerom,Karel F Mambay,SE,MM, Ketua Klasis, Ketua Dewan Adat Keerom, Dandim Jayapura serta denominasi lainnya, termasuknya umat Khatolik di Kabupaten Keerom
Ibadah peringatan 167 tahun yang bertajuk “Kuasa Yesus Kristus Yang Telah Membebaskan Kita” dan sub teman” melalui ibadah hari ulang tahun masuknya Injil di tanah Papua, kita tingkatkan pelayanan Gereja yang bersifst cinta kasih persaudaraan yanb rukun,” dipimpin oleh Pdt Aryanto Batto, STh sebagai liturgos.
Sedangkan pendeta Frans Mambrasar,STh,MM, Ketua Klasis Keerom bertindak sebagai penceramah atau pembawa khotbah yang terambil dalam Injil Yohanes 9: 1-12 dengan judul “orang yang buta sejak lahir”.
Dalam refleksi yang dibreakdown dari tema Natal 2022 mengingatkan kepada umat Tuhan bahwa cinta kasih Tuhan pada orang Papua dan tanah Papua sudah nyata.
“Hari ini kita semua hadir karena cinta Tuhan, karena kalau tidak maka negeri kelam, kanibal, hitam dan keriting ini tetap hidup dalam kegelapan,” kata Mambrasar.
Sejarah pekabaran Injil di tanah Papua jika diurai maka tidak menemukan ujungnya.Begitupun sejarah pekabaran Injil di wilayah Keerom yang menjadi tantangan baru setiap orang yang telah menyatakan diri hadir dan melayani di negeri ini.
“Para penatalayan di daerah ini, kerapkali mengabaikan narasi narasi di mimbarnya. pandita deng injilnya, khatolik dengan pastornya, Islam dengan Ustaznya, tetapi bagaimana mewujudkannya dalam melayani orang asli Keerom,belum Nampak secara komprehensif.Gereja wajib mendoakan para pemimpin, agar Injil yang diberitakan ditengah kehidupan pemerintahan mereka menjadi kepujian bagi Allah,” demikian Pdt Mambrasar.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Keerom, Piter Gusbager,S.Hut,MUP dalam sambutannya mengatakan 167 tahun sejarah mencatat pulau Mansinam, kedua hambaNya Ottouw dan Geissler atau rasul Papua mendarat di pulau itu dengan satu kalimat” demi nama Tuhan, kami menginjak tanah ini.
Kata Piter, peristiwa itu harus menjadi pegangan bagi setiap orang yang hidup diatas tanah ini,sehingga hari ini orang Papua hidup didalam terang, yang dahuulunya hidup dalam kegelapan, sejak hari itu orang Papua melihat terang, hidup didalam terang. Terang seperti apa, terang yang dinikmati hari ini yaitu persaudaraan.
Menurut Piter, dulu orang Papua saling serang, antara satu suku dengan suku yang lain, meski masalahnya sepeleh. Lalu mengangkat busur dan saling serang. Karena itu, sejak Injil masuk di tanah Papua, kehidupan orang Papua berubah total.
“sejak Injil masuk di Tanah Papua kehidupan orang Papua berubah total, dan sampai hari ini masih dirasakan,” kata Piter.
Meski demikian, kata Piter, perubahan itu tidak terjadi secara otomatis. Injil tidak mungkin merubah orang Papua secara otomatis. Sejarah mencatat, para tokoh tokoh gereja di awal peradaban orang Papua memperjuangkannya dengan susah payah, berkorban, keringat,tetesan air mata dan darah membawa Injil ke pelosok negeri, dusun, kampong kampong, gunung gunung dan lembaha-lembah dengan berjalan kami berkilo-kilo untuk memberitakan kabar gembira itu.
Kata Piter, lika liku penyebaran Injil seperti itu bertahan hingga hari ini, sehingga kata Lukas Enembe, Gubernur Papua mengatakan pekabaran Injil hari ini belum selesai.Benar atau itu, itu refleksi setiap pribadi warga GKI maupun gereja gereja yang ada di Tanah Papua.
Bupati juga mempertanyakan masa pekabaran Injil di Keerom yang belum berbuah, sehingga patut direfleksikan secara pribadi, special para hamba Tuhan yang lebih jauh melihat situasi umat dan situasi jemaat di Kabupaten Keerom.
Kata Piter apakah Injil sudah menjadi pedoman hidup yang sebenarnya dan hidup di tengah tengah jemaat, ditengah aparat TNI/Polri, ASN, masyarakat adat, petani dan keluarga serta anak-anak muda, kesemuanya menjadi pertanyaan yang harus dijawab.
Sehingga perayaan seperti ini, tidak menjadi ceremony belaka lalu umat kembali ke dalam rumah tanpa ada buah buah roh, yang tentunya akan menuntun dia pada corak hidup yang lama.
Bupati juga menyebutkan bahwa Gereja hari ini dihadapkan pada tantangan global, tidak hanya virus corona, tetapi masih ada virus yang paling berbahaya yaitu virus kebencian dan mementingkan diri sendiri.
Meski demikian, kata Piter obat paling mujarab dari Tuhan adalah kasih yang dapat mengobati kehidupan setiap orang. Kasih adalah sumber utama setiap orang Kristen dalam menyelesaikan setiap permasalahan.
“orang Kristen yang tidak hidup dalam kasih, itu pertanda mereka tidak mengenal Injil, tetapi saya sendiri sungguh merasakan kasih Tuhan sejak saya berada di Kabupaten Keerom, mulai dari Wakil Bupati hingga Bupati hari ini, saya merasakan betapa besar kasih Tuhan,” jelas Piter. (tim liputan tabloidbodapost.com)