Border, tabloidbodapost.com – Mantan Wakil Gubernur Papua, drh. Constan Karma memperingati Pemerintah Pusat terkait kekacauan pemerintahan di Tanah Papua, pasca kebijakan pemekaran yang dilakukan sepihak oleh Pemerintah Pusat (partai penguasa,red).
Saat disambangi di rumah kediamannya di Angkasa, (Kamis 9/3) Constan Karma secara tegas mengatakan bahwa pasca pembelakuan 3 DOB baru di Provinsi Papua dan 1 DOB di Provinsi Papua Barat akan berimplikasi buruk dan menimbulkan chaos (kekacauan,red) yang cukup besar jika Pemerintah Pusat tidak berhati-hati.
Kekacauan ini akan terjadi di Provinsi induk Papua dalam relasinya dengan pendistribusian dan penempatan pejabat baru di daerah DOB baik eselon II,III dan IV ke beberapa daerah DOB maupun yang akan di distribusikan (migrasi, red) dari luar Papua.
Dikatakan, persoalan yang akan terjadi dan itu menjadi warning kuat adalah penempatan penjabat Gubernur di Provinsi induk seperti Papua akan menjadi perdebatan yang kuat ditengah masyarakat yang mendiami 8 kabupaten dan 1 kota yang ada di Provinsi Papua.
Menurut mantan penjabat Gubernur Provinsi Papua ini bahwa penempatan penjabat Gubernur di 3 DOB baru di Provinsi Papua yang lebih mengedepankan kearifan lokal (keberpihakan,red) dengan menempatkan OAP sudah sangat representatif keaslian Papua tak masalah.
Penempatan penjabat Gubernur di Provinsi induk (Papua,red)kata Constan, jangan sampai bukan orang asli Papua, karena jika bukan orang asli Papua maka kekuatiran yang wartawan maksudkan pasti akan terjadi.Mungkin bisa terjadi gejolak.
Kekuatiran dan mungkin gejolak ini kata mantan penjabat Gubernur Papua ini sudah dibahasakan dan terus mewarnai diskusi di lapis akar rumput, menengah serta lapis atas, di setiap masyarakat yang mendiami 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Papua, siapa bakal pejabat OAP yang ditempatkan sebagai penjabat Gubernur di Provinsi Papua.
“Jangan sampai bukan orang asli Papua, karena jika bukan orang asli Papua maka kekuatiran orang asli Papua (OAP) bisa terjadi. Dan sudah mulai dipersoalkan di publik. Dan nanti kamu cari sendiri persoalannya. Sudah mulai dipersoalkan. Saya dengar rapat-rapat sudah mulai dilakukan oleh orang asli Papua. Jadi, harus dalam kaitan dengan Menteri Dalam Negeri ya, harus tetap konsisten dengan undang-undang Otonomi Khusus, bahwa Gubernur dan penjabat Gubernur itu OAP. Itu harus dijaga betul. Dan saya lihat sekarang itu, harus di jaga. Artinya, undang-undang sudah ada to? Jadi Menteri Dalam Negeri harus perhatikan itu,” tegas Constan Karma yang juga mantan Sekretaris Daerah dan Penjabat Gubernur Papua ini.
Mantan penjabat Gubernur Provinsi Papua ini kembali lagi tegaskan bahwa kebijakan politik dari Menteri Dalam Negeri yang tidak taat aturan dan undang-undang (UU Otsus) dalam penempatan penjabat Gubernur yang berasal dari OAP atau keaslian Papua, maka akan berimplikasi buruk di Provinsi Papua dalam kurun waktu 2 tahun ke depan.
Karena menurut mantan penjabat Gubernur Papua ini, bahwa penjabat Gubernur Provinsi Papua ini pasti akan bekerja lama, mulai dari tahun 2023 hingga tahun 2024 jika tidak ada gugatan ke MK (Mahkamah Konstitusi).
Kata Constan, kalau nantinya ada gugatan ke MK, maka pasti mundur ke tahun 2025, karena Pemilu baru dilaksanakan bulan November tahun 2024, yang tentunya pasti berdampak juga pada masa kepemimpinan penjabat Gubernur.
Saat ini, kata Constan untuk sementara jabatan Gubernur dijabat oleh Plh (Pelaksana tugas harian) oleh Ridwan. Meski Ridwan jalankan tugas, tetapi bukan sebagai penjabat, melainkan Plh yang tentunya terbatas kewenangannya.
Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri jangan sampai dorong penjabat Gubernur amber (pendatang) dari Jakarta, karena itu pasti persoalan yang menimbulkan gejolak.
Constan Karma menyebut 2 etnis Saireri yang dipandang sangat energik dan brilyan dalam pandangan politik maupun pemerintahan. Artinya, orang-orang Biak dan Serui jumlahnya cukup tebal di Provinsi induk Papua. Kalau dong lagi marah, persoalan jadi jelek. Dan orang-orang ini orang emosi tinggi. Orang-orang ini di daerah Saireri dan Tabi sangat banyak. Dan kalau mereka marah, bisa lebih jelek dari orang Gunung Fakta itu ada. Sejarah itu ada. Dan itu harus dijaga oleh Pemerintah. Karena 2 etnis kuat di Provinsi Papua ini lagi sedang menunggu kebijakan politik Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri yang hendak menempatkan penjabat Gubernur di Provinsi Papua.
“Ada 2 (dua) etnis di Provinsi Papua yaitu Biak dan Serui yang dipandang cerdas politik sedang menunggu kebijakan politik Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri yang hendak menempatkan penjabat Gubernur di Provinsi Papua. Artinya, orang-orang Biak dan Serui jumlahnya cukup tebal di Provinsi induk Papua. Kalau dong lagi marah, persoalan jadi jelek. Dan orang-orang ini orang emosi tinggi. Orang-orang ini di daerah Saireri dan Tabi ini sangat banyak. Dan kalau mereka marah, bisa lebih jelek dari orang Gunung Fakta itu ada. Sejarah itu ada,” jelas Karma. (tim wawancara/simonb)