Border, tabloidbodapost.com. – Mafia pengurusan peremajaan sawit Keerom talingkar. Nampaknya melibatkan sejumlah pejabat di Keerom. Atas dasar itu, Bupati Keerom Piter Gusbager, S.Hut, MUP sempat membekukan dana yang diperuntukkan untuk petani yang dikelola oleh pihak ketiga.
Menariknya, cerita tentang peremajaan ini sudah digulirkan oleh mantan Bupati Keerom, Muh. Markum, SH, selanjutnya kebijakan ini dilaksanakan oleh Bupati Piter dengan memberi kesempatan kepada petani melalui pihak ketiga yang dikomandoi oleh lembaga koperasi.
Sayangnya, transfer dana dan opersional di lapangan dengan pihak ketiga untuk pengelolaan lahan sawit milik petani, disinyalir anggarannya ikut “dimainkan” oleh beberapa pejabat di Keerom.

Akibatnya, Pemerintah Daerah Keerom melalui Bupati sempat melakukan pembekuan rekening pihak ketiga dan meminta untuk dilakukan verifikasi dan pertanggungjawaban dana transfer dari pusat tersebut.
Sejak pembekuan hingga kini, urusan peremajaan mentok. Sementara tingkat kebutuhan dan kesejahteraan petani pasca pandemi Covid-19 juga menuntut. Oleh karena itu, pada Rabu, 25 Januari 2023, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memanggil para petani maupun pihak ketiga serta Dinas Perkebunan Provinsi untuk rapat dengar pendapat terkait dengan kebuntuan tersebut.
Pasalnya, masalah kebuntuan ini sudah disampaikan ke pihak kepolisian melalui laporan polisi untuk ditindaklanjuti dalam pemanggilan para pihak.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Keerom, Kanis Kango, S.Sos mengatakan kebijakan peremajaan sawit oleh Pemerintah harus segera dijalankan lagi apapun persoalannya.
Dikatakan, kebijakan peremajaan sawit ini bukan datang dari petani melainkan dari Pemerintah pusat, tentunya sebagai daerah harus mendukung.
Hanya saja pada kuartal yang lalu, jika ada oknum-oknum yang turut “kenyang“ dari kebijakan peremajaan sawit Keerom tentu patut diusut oleh pihak berwajib.
“Kalau memang ada oknum-oknum di dalam koperasi itu memang punya kesalahan silahkan diusut oleh aparat yang berwajib, tetapi program peremajaan sawit itu tetap dilaksanakan untuk kepentingan petani sawit,” ujar Kanis.

Turut hadir dalam pertemuan yang digagas oleh fraksi partai Golkar ini, Kadis Pertanian Kabupaten Keerom, Pengurus Koperasi Nengkawa sebagai pelaksana kebijakan peremajaan ini, Masyarakat Adat, Petani sawit dan juga dari Akasindo (Asosisasi Kelapa Sawit Indonesia) serta dari Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Perkebunan.
Menurut Kanis Kango, S.Sos, bahwa kehadiran Dinas Perkebunan Provinsi Papua cukup membantu dalam hal bagaimana menyusun rencana penyelesaian ke arah menemukan jawaban, sehingga tidak berdampak pada transfer dana dari pusat untuk kebijakan peremajaan ini yang interval waktu hingga tahun 2024.
“Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Perkebunan memberi sinyal terkait batas waktu pemberian bantuan dana dari BPDKS ini sampai tahun 2024, bantuan Hiba dan lain lain, sehingga kalau Koperasi Nengkawa tidak mampu bisa cari yang lain atau tidak boleh tergantung pada koperasi yang ada, walaupun tidak menggunakan koperasi, bisa juga menggunakan petani mandiri,” imbuhnya.
Kanis menambahkan bahwa kebijakan peremajaan yang didukung dengan pendanaan dari investasi market yang bersumber dari pajak atau cukai pengiriman CPO. Tujuan dana ini untuk yaitu dikumpulkan untuk dikembalikan kepada petani yang tanaman kelapa sawitnya sudah melebih usia produktif atau diatas 30 tahun.
Wakil Ketua DPRD Keerom ini juga menghimbau agar progam yang diturunkan oleh Pemerintah bisa dijalankan dengan baik, walau ada persoalan, “Kalaupun ada amasalah, harus didudukkan dengan baik sehingga masalah tersebut tidak mengorbankan program strategis ini, meski ada pihak yang telah bersalah dan nantinya diproses,” imbaunya.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Keerom Servo Tuamis pada kesempatan itu kepada tim liputan tabloidbodapost.com mengatakan pihaknya sudah melayangkan surat kepada pihak kepolisian terkait kebijakan program peremajaan sawit yang telah mengorbankan masyarakat adat.
Katanya, pihak masyarakat adat belum berhenti berurusan dengan PTPN Kebun Arso puluhan tahun silam, datang lagi kebijakan peremajaan dengan melibatkan pihak ketiga mengatasnamakan petani untuk mengelola sawit tanpa mempertimbangkan untung ruginya bagi petani.
“Ini talingkar, karena mantan pejabat Keerom, termasuk anggota Dewan turut serta perkoncoan penyalahgunaan anggaran ini,” kata Servo. (tim liputan/simonb)