Border, tabloidbodapost.com – Masyarakat Adat Keerom wilayah Skanto, mengapresiasi program ekonomi hijau yang tengah digelontorkan oleh Kementerian Desa Republik Indonesia di Kabupaten Keerom-Papua, khususnya Distrik Skanto.
Ketua Dewan Adat Keerom Wilayah Skanto, Didimus Werare kepada tabloidbodapost.com mengatakan masyarakat adat yang ada di Skanto tetap mengapresiasi program yang digelontorkan oleh Kementerian Desa Republik Indonesia.
“Kami masyarakat adat, tetap mengapresiasi setiap progam yang diturunkan dari instansi ataupun pihak lain di Kampung, asalkan harus berkoordinasi dengan masyarakat adat,” kata Werare saat ditemui di kampong Skanto, Jumaat 1 April 2022.
Dikatakan, program yang diturunkan oleh Kementerian Desa Reublik Indonesia di Papua melalui Kabupaten Keerom dan turun langsung ke kampong, harus dikoordinasikan dengan pemilik tanah.
Apalagi kata Didimus, program yang digelontorkan tersebut membutuhkan areal hutan dan tanah untuk pelaksanaan program tersebut. Tentunya kata Didimus masyarakat adat juga bisa menyediakan areal sesuai kebutuhan dan banyaknya jumlah program dan kegiatannya.
Menurut Didimus, Papua ini beda dengan daerah lain di Indonesia. Tanah leluhur masyarakat adat itu dimulai dari moyang hingga generasi hari ini.
Oleh karenanya setiap program dan kegiatan yang turun ke kampung dan hendak menggunakan hutan dan tanah adat, maka harus dikoordinasikan.
Bagi Didimus sendiri, program ekonomi hijau growth sangat menyetujuinya, karena justru manfaatnya sangat besar untuk masyarakat yang memang kharakteristiknya berpose kecil dan malas.
Dengan adanya program penanaman kembali kakao, justru sangat membantu sebenarnya. Masyarakat, khususnya anak-anak muda di kampong bisa mendapatkan lapangan kerja dan tidak terlibat pada gerakan-gerakan yang merusak masa depan mereka.
Tentunya,kata Didimus Werare, program ekonomi hijau growth yang sedang digalakkan di Keerom-Papua patut disediakan lahan yang luas untuk kebutuhan dimaksud serta berkontribusi bagi kemajuan daerah.
Meski demikan, menurut Didimus Werare, signal penjualan tanah tidak ada pada cerita penanaman kakao dari Kementerian Desa di wiayah Skanto, walau di bagian lain di Arso sudah terjual habis dan dikuasai kaum feodalisme.
“Intinya semua sudah tidak ada tanah. Mulai dari Arso, Bate, Kwimi, Ubiyau, Wambes, jalan besar ke a rah Yowong,semuanya sudah terjual habis,” ungkap Didimus Werare. (tim wawancara tabloidbodapost.com)