Border, tabloidbodapost.com.- Sejumlah orangtua siswa/mahasiswa program 1000 doktor Papua di luar negeri bakal melakukan aksi turun jalan (demontrasi) besar-besaran ke Pemerintah Provinsi Papua. Pasalnya, anak-anak mereka yang saat ini mengikuti program 1000 doktor di luar negeri nasibnya tidak jelas. Demikian dikatakan salah satu orangtua siswa yang mengaku bernama Gratia Hoor kepada tabloidbodapost.com Sabtu,8 April 2022.
Dikatakan, bunyi alaram ini sudah diketahui dari Desember 2021 lalu, lantaran sejumlah anak-anak saling memberitahu tentang kondisi perkuliahan hingga biaya hidup.

“Anak saya sudah memberi tahu alaram ini sejak Desember 2021, bahwa proses transfer dari Pemerintah Provinsi ke setiap anak sudah mulai tersendat bahkan berbulan bulan,” jelas Ibu Hoor.
Oleh karena itu sejak Januari hingga bulan Maret kemaren, sebetulnya para orangtua yang tergabung dalam group WA, maunya pergi menanyakan ke Pemerintah Provinsi, tetapi masih menahan.
Katanya, sekarang para orangtua itu tidak menahan lagi dan dalam waktu dekat mereka akan turun ajalan alias demonstrasi ke SekdanPapua.
“Itu anak anak yang di New Zeland itu banyak sekali, sekitar 59 orang,” kata ibu asal Serui ini
Sementara itu, mahasiswa Papua di Amerika Serikat, China, Belanda, Jerman, Australia dan beberapa Negara lainnya mengalami nasib serupa.
Presiden IMAPA USA-Kanada (Ikatan Mahasiswa Papua) USA-Kanada Dimison Kogoya mengatakan seperti yang dilansir JUBI.Id, bahwa mahasiswa-mahasiswa yang berada di beberapa Negara ini pernah berkomunikasi terkait rencana berunding ke Pemerintah Pusat maupun Papua soal dampak dari perubahan UU NOmor 21 tahun 2001 ke UU Nomor 2 tahun 2022, yang jelas-jelas akan merugikan mereka.
“kita sudah komunikasi, tetapi tidak ada tanggapan dari Pemerintah pusat dan daerah,” kata Dimison
Mahasiswa Papua di Luar Negeri Terancam Tinggalkan Kota Study
Sebagai imbas dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 yang memberi kewenangan kepada Pemerintah Pusat untuk mengurus bidang pendidikan, khususnya study ke luar negeri, sesuai waktu yang sudah ditentukan.
Kata Dimison, mereka berharap Pemerintah merundingkan problem ini kepada mahasiswa sesuai surat permintaan yang pernah disampaikan kepada Pemerintah pusat dan Provinsi.
“Kami berharap pemerintah menggelar dialog dengan mahasiswa dari berbagai kota study di manca Negara untuk membahas masalah bantuan biaya study yang di putuskan sepihak,” kata Dimison
Dimison juga menjelaskan bahwa kurang lebih 100 mahasiswa Papua terancam akan dipulangkan, lantaran telah menerima surat pemberhentian beasiswa yang dilampirkan dengan surat pernyataan yang menyatakan bahwa mahasiswa yang menerima surat tersebut dianggap tidak tepat waktu dalam menyelesaikan study hingga akhir 2021 dan diminta mempersiapkan kepulangannya dari lokasi study.
“Pemerintah pusat tidak pernah turun ke lapangan untuk mengecek secara baik kondisi study mahasiwa Papua di luar negeri, sampai dimana keadaan hidupnya, ini kita di luar negeri, tiba tiba beasiswa diputuskan, bagaimana hidup dan nasib kita di luar negeri,” tanya Dimison.
Ngeri. Pemerintah Putuskan Beasiswa Mahasiwa di Luar Negeri
Kata Labene, Pemerintah mengambil sikap memutuskan beasiswa secara sepihak sudah tentu pasti berdampak luas terhadap psikologi siswa maupun siswi tersebut, termasuknya kampusnya dan yang paling bergengsi dalam menggagalkan program 1000 doktor untuk masa depan Papua.
Harusnya Pemerintah Indonesia bijak dalam mengambil sikap terutama yang berhubungan dengan sejumlah instrument dalam Undang undang Otsus terbaru, yang memberi ruang yang cukup kepada Pemerintah Provinsi Papua.” anak-anak yang datang sekolah ini, statusnya keluarganya adalah kelas menengah ke bawah, sehingga kalau sudah seperti ini, bagaimana mau hidup di Negara orang,” jelasnya. (tim liputan tabloidbodapost.com)