Batas kota, tabloidbodapost.com – Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Dr Ridwan Rumasukun, SE,M.Si menganjurkan orangtua siswa peserta program 1000 doktor yang sedang kuliah maupun study di sejumlah negara di luar negeri melakukan aksi demontrasi ke Jakarta.
Anjuran itu disampaikan saat orangtua siswa tersebut melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua, terkait penundaan pembayaran biaya study dari mahasiwa tersebut hingga triwulan pertama tahun 2022 berakhir.
Meski Sekda Provinsi Papua menganjurkan orangtua siswa melakukan demo ke Jakarta, namun para orangtua siswa melalui Koordinatornya Martinus Kendom mengatakan pada prinsipnya mereka tetap masih menaruh harap pada Pemerintah Provinsi Papua sebagai pengirim.
Apalagi, sebagian dari anak-anak tersebut sudah keluar dari rumah penginapan dan menumpang di temannya yang biaya penginapan masih agak longgar atau belum jatuh tempo.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Provinsi Papua, Aryoko AF Rumaropen, SP M.Eng saat menerima orangtua siswa di Kantor Gubernur mengatakan untuk sementara waktu semua pembiayaan yang bersumber dari dana Otonomi Khusus belum bisa dilakukan.
Kata dia, Pemerintah Pusat belum melakukan transfer dana Otonomi Khusus. Mungkin juga, karena masih terjadi tarik menarik antara implementasi UU nomor 2 tahun 2021, karena di satu sisi terjadi penolakan Otsus, di sisi lain bagian ini (masalah pendidikan luar negeri, red) hendak diambil alih oleh Pemerintah Pusat.
Aryoko akui, kurang lebih mahasiswa yang tengah ditangani Pemerintah Provinsi sebanyak 355 orang yang tersebar di beberapa negara diantaranya, Amerika Serikat 204 orang, Australia 68 siswa, Jepang 7 siswa, Kanada 17 siswa serta Selandia Baru 59 siswa.
Pemerintah Provinsi tak hanya menangani 355 mahasiswa di luar negeri, tetapi dari dalam negeri juga terdapat kurang lebih 3000 siswa yang tersebar di seluruh Indonesia, yang sama-sama dibayarkan dari sumber Otsus.
Sehingga dengan keterlambatan seperti ini, mau tidak mau Pemerintah Provinsi harus mentalanginya melalui dana cadangan, yang sifatnya taktik. Dana cadangan ini juga bukan seluruhnya membiayai pendidikan, melainkan juga untuk membiayai program lainnya di Provinsi Papua sambil menunggu transfer pusat.
Yang belum dibayarkan itu seperti di atas, kata Aryoko, sedangkan beberapa negara lainnya sudah dibayarkan seperti Rusia, Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Cina, Filipina dan Singapura.
“Sudah ada 9 negara yang sudah dibayarkan, sedangkan sisa 5 yang belum yang jumlah siswanya 355 orang tersebut,” imbuhnya.
Mahasiswa Papua di Selandia Baru Nyaris Dideportasi
Sementara itu di Selandia Baru berita yang tersiar sejumlah siswa terdampar di Aoteuroa Selandia Baru karena pembatalan mendadak beasiswa Pemerintah Indonesia awal tahun ini. Ketika mencoba menyelesaikan gelar dan diploma mereka dapat bernapas dengan mudah dengan berita terbaru.
Dapat dipahami bahwa mereka telah diberitahu oleh Imigrasi Selandia Baru bahwa mereka tidak akan dideportasi, sementara Pemerintah Selandia Baru sedang mempertimbangkan keadaan mereka.
Setelah berminggu minggu diadvokasi oleh anggota Parlemen Hijau, tim Imigrasi sekarang akan dibentuk untuk menilai kebutuhan masa depan para mahasiswa.
“Partai Hijau telah meminta Pemerintah untuk melakukan bagiannya untuk mendukung masyarakat Adat Papua Barat bahwa kami senang karena tindakan telah diambil,” kata Teanau Tuiono, juru bicara Partai Hijau untuk Pasifik People. (tim liputan tabloidbodapost.com)